19.6.09

kita berdua saling menatap

kita berdua saling menatap. tanpa bicara. mata dan mata beradu kuat. dan aku penuh tekad tak akan berkedip. melihatmu. menghapal semua yang tersaji di depanku. takut dalam satu kedipan kamu pergi. kamu menatapku lama. tak berkedip juga. aku tak tahu apa yang ada dalam pikiranmu. entah sama atau tidak denganku. yang jelas saat ini, dalam ruang kosong ini, ditemani jam yang terus berdetak mengingatkan, aku duduk berhadapan denganmu. melihatmu tanpa kedip. merekammu dalam otakku. setengah mati mengabadikan semua garis, lekuk, warna, tekstur, kontur, aroma, agar jadi abadi dalam bilik otakku, sambil berdoa agar status memori di otak, masih tersisa banyak untuk saat ini, momen ini. jadi aku dan kamu duduk di ruang kosong ini, saling berhadapan, saling memandang, penuh konsentrasi, untuk waktu yang sebentar ini saja, sebelum kamu dan aku akan menjauh, retak dalam ruang dan waktu.

11.6.09

menantikan cinta

aku menantikan cinta. kapan datangnya. bukan karena aku tahu cinta itu menyenangkan, tapi karena adanya seribu inspirasi yang mengikutinya, ketika ia menghampiri orang yang terpilih. ketika jatuh cinta, beribu kosa kata baru datang menyerbu. aku mampu menulis ribuan prosa, lirik, cerita tanpa mengalami kekeringan. cinta seperti sumur otomatis yang menyediakan semua kata yang aku butuhkan. ketika cinta datang, badan yang malas ini seperti punya energi berlebih. duduk, berdiri, bergerak, termenung, berlari, diam.. semua dilimpahi energi. tidak ada kata lelah. cinta seperti supply energi terisi penuh lengkap dengan cadangan berlimpah. ketika aku dipilih oleh cinta, emosi yang ada hanya bahagia. perasaan yang sering penuh dengan kemarahan ini, berganti dengan kesabaran dan pengertian tanpa batas, tanpa ujung. hal yang menyebalkan tetap terasa menyenangkan karena aku bahkan tidak bisa berpikir dan merasa bahwa aku marah, karena cinta seperti ladang penuh bunga ganja mekar tertiup angin, yang membuat aku hanyut dan lupa bahwa aku sedang merasakan rasa lain selain cinta.